Minggu, 06 Mei 2012

TANGGUNG JAWAB UMAT ISLAM TERHADAP PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP


BAB I
PENDAHULUAN

A.LATAR BELAKANG

Planet bumi tempat umat manusia sedunia melangsungkan kehidupannya saat ini sedang mengalami kerusakan pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Suhu rata-rata bumi semakin panas, gunung es di daerah kutub yang terus meleleh mengakibatkan naiknya permukaan air laut, pola-pola cuaca semakin tidak teratur, perusakan hutan semakin tidak terkendali, bencana alam kian sering terjadi, krisis pangan global mulai mengancam, epidemi-epidemi baru yang sulit untuk disembuhkan terus bermunculan, ketersediaan air bersih di masa depan terancam, dan masih banyak tanda-tanda kerusakan alam yang sedang terjadi di sekitar kita.
Permasalahan lingkungan yang kini dihadapi umat manusia umumnya disebabkan oleh dua hal. Pertama, karena fenomena alam sebagai sebuah proses dinamika alam itu sendiri dan kedua, sebagai akibat dari perbuatan dan kerakusan manusia. Dari dua penyebab ini, manusia ternyata merupakan aktor dan kontributor utama dari semua kerusakan alam yang terjadi. Sungguh ironis, perusakan yang dahsyat terhadap lingkungan justru dilakukan oleh makhluk yang seharusnya bertindak sebagai pelindung dan pemelihara planet ini.
Keserakahan dan egoisme seringkali mendorong manusia melakukan hal-hal yang berujung pada rusaknya alam, seperti penggundulan hutan, aktivitas penambangan yang melampaui batas, konsumsi energi yang berlebihan dan sebagainya. Banyak dari kita yang hanya memikirkan kenyamanan pribadi tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada lingkungan di sekitar kita maupun lingkungan global secara keseluruhan.
Padahal, kita semua bertanggung jawab sepenuhnya pada apa yang sedang terjadi pada planet ini. Setiap tindakan kita sebagai individu pada akhirnya, baik secara langsung maupun tidak, akan berdampak positif ataupun negatif bagi keutuhan rumah kita satu-satunya ini.
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Banyak ayat-ayat al-Qur’an dan as-Sunnah yang membahas tentang lingkungan. Pesan-pesan Dalam pandangan Islam, manusia adalah makhluk terbaik di antara semua ciptaan Tuhan (QS. 95:4; 17:70) yang diangkat menjadi khalifah (QS.2:30) dan memegang tanggung jawab mengelola bumi dan memakmurkannya (QS.33:72).
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia diperintahkan beribadah kepada-Nya dan diperintah berbuat kebajikan dan dilarang berbuat kerusakan, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”(QS. 28:77).
Bumi dan semua yang berada di dalamnya pada hakikatnya diciptakan Allah untuk manusia (QS. 2: 29). Segala yang ada di langit dan bumi, daratan dan lautan, matahari dan bulan, malam dan siang, tanaman dan buah-buahan, binatang melata dan binatang ternak semuanya diciptakan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan hidup manusia (QS. 6:141).
Selain konsep berbuat kabajikan terhadap lingkungan yang disajikan al-Quran, Rasulullah SAW memberikan tela dan untuk mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat diperhatikan dari hadist-hadist Nabi, seperti hadist tentang pujian dan ampunan Allah kepada orang yang menyingkirkan duri dari jalan; menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sedekah, menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sebagian dari iman, dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah perbuatan baik.
Di samping itu, Rasulullah melarang merusak lingkungan, mulai dari perbuatan yang sangat kecil seperti melarang membuang kotoran (manusia) di tempat yang dapat mengganggu manusia.
B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.      Permasalahan lingkungan yang kini di hadapi Umat manusia?
2.      Tanggung jawab Umat islam terhadap pelestarian lingkungan?

     C.TUJUAN
             Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan kesadaran kepada diri kita maupun orang lain untuk memelihara kelestarian lingkungan yang bedasarkan kepada tuntunan syariat islam

BAB II
PEMBAHASAN

Membicarakan masalah lingkungan tidak akan ada habis-habisnya, lebih-lebih dalam era globalisasi. Apalagi akhir-akhir ini kelangsungan hidup manusia dan planet bumi ini menjadi keprihatinan manusia sedunia. Dalam "Global Forum: an Ecology Poverty" Daka, 22-24 Juli 1993, Direktur eksekutif program lingkungan PBB (UNEF) menyatakan: "Dunia kita berada di tepi kehancuran lantaran ulah manusia. Di seluruh planet, sumber-sumber alam dijarah kelewat batas." Disebut juga bahwa, pada setiap detik diperkirakan sekitar 200 ton CO2 dilepas ke atmosfir dan 750 ton topsoil musnah. Sementara itu, diperkirakan sekitar 47.000 hektar tanah dibabat, 16.000 hektar tanah digunduli, dan diantara 100 hingga 300 spesies mati setiap hari. Ini semua menjadi beban bumi yang sudah rentah.
Selain itu, berdasarkan hasil penelitian yang dilaksanakan ahli fisika di Amerika ternyata ditemukan bahwa udara di bumi kita sekarang ini sudah mengalami kejenuhan karbon dioksida, akibat terlalu banyaknya limbah pembakaran bahan bakar yang berasal dari kendaraan bermotor, pabrik-pabrik dan lain sebagainya. Apabila hal ini terus berlangsung tanpa pengendalian, maka bencana (al-fasad) dunia akan terjadi. Begitu juga, jika melihat pantai utara pulau Jawa misalnya, ternyata tampak merananya kehidupan laut di sana serta makhluk hidup penghuni pantai tersebut mendekati kemusnahan akibat limbah industri dan pencemaran lingkungan.
Manusia modern ingin meningkatkan kemakmurannya guna menambah kepuasan-kepuasan hidupnya, antara lain dengan berbagai macam pembangunan. Ilmu pengetahuan dan teknologi dimanfaatkan untuk melakukan berbagai perubahan lingkungan, industri dan lain-lain. Kadang-kadang manusia terbuai dengan kesenangan materi jangka pendek dan lupa akibat sampingan dari ulahnya sendiri. Jika lingkungan hidup sekarang dibandingkan dengan keadaan 10 tahun sampai 20 tahun sebelumnya, segera terasa adanya perubahan yang mencolok. Tetapi di samping itu, terjadi pencemaran lingkungan yang akibatnya secara nyata dapat dirasakan, misalnya kota dan desa lebih padat dan kotor, air bersih semakin sulit didapatkan, banjir dan kebakaran hutan terjadi di mana-mana. Kenyataan di atas menimbulkan tanda tanya besar: tanggung jawab siapa hal itu dan sejauh mana peran jawab umat Islam yang diciptakan Allah sebagai "khalifah" di bumi ini

A.Kebutuhan Manusia Terhadap Lingkungan.

Manusia hidup di tengah-tengah lingkungan alam dan sosial. Kedua macam lingkungan tersebut akan banyak mempengaruhi kualitas hidup manusia yang bersangkutan. Hidup manusia hampir selalu berhubungan langsung dan tergantung pada kondisi lingkungannya. Seperti kita maklumi, dalam tubuh manusia tersimpang unsur-unsur kimia, seperti oksigen (65 %), karbon (18 %), hidrogen (10 %), nitrogen (3,3 %), kalsium (1,5 %), fosfor (1 %), ada beberapa unsur kimia lainnya.Di lingkungan alam ini, terdapat bermacam-macam lingkaran (siklus) tanpa ujung pangkal sampai saat kiamat. Di udara terdapat bermacam-macam unsur kimia, seperti karbon dioksida (CO2) oksigen (O2), dan lain-lain yang mengalami perubahan dengan unsur-unsur kimia lainnya dalam bumi untuk menjadi makanan manusia dan hewan. Bersama dengan kotoran dan bangkai/mayat manusia, semua itu dilepas kembali menjadi unsur-unsur semula kedalam udara. Begitulah seterusnya dalam siklus karbon, siklus oksigen, siklus kalsium dan seterusnya. Untuk kehidupan lingkungan alam, maka siklus air mempunyai peranan terpenting. Hujan dan salju membawa air ke bumi; daratan dan lautan menguap dan sampai ke atmosfir, kemudian kembali turun ke bumi lagi. Mengenai pentingnya unsur air ini dalam hubungannya dengan lingkungan alam, Allah berfirman: "Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup" (QS. 21: 30). Apabila ditelusuri siklus tersebut, dapat digambarkan sebagai berikut : cahaya matahari ditangkap tumbuhan hijau yang mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Proses perubahan ini (sesuai dengan sunatullah) menggunakan air dan karbon dioksida serta diolah dalam zat hijau daun (klorofil). Tumbuh-tumbuhan yang memuat energi kimia dimakan hewan (pemakan tumbuh-tumbuhan), kambing, sapi, kerbau dan lain-lainnya. Energi kimia pindah dari tumbuh-tumbuhan ke jasad hewan, kemudian pada gilirannya dimakan manusia. Dengan demikian, energi kimia pindah ke manusia dan menghasilkan kegiatan hidup manusia. Jika manusia meninggal, maka jasadnya kembali ke bumi dan energi kimianya kembali ke alam untuk bersiklus kembali. Allah berfirman: "Dari tanah Kami jadikan kamu, dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu, dan dari padanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kesempatan lain" (QS. 20: 55).Kehidupan manusia dipengaruhi lingkungan alam dan lingkungan sosial. Karena itu, dalam kehidupannya ia bergantung kepada Tuhan dan lingkungan sekitar. Hal ini sebagaimana di jelaskan sejak pertama al-Qur'an diperkenalkan Tuhan, sekaligus memperkenalkan manusia sebagai makhluk hidup yang berketergantungan: "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (sesuatu yang bergantungan)"(QS.96:1-2). Semua ciptaan Tuhan adalah untuk suatu tujuan: "Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya dengan sia-sia" (QS.38: 37). Kehidupan makhluk Tuhan adalah saling mengait dan saling berketergantungan satu sama lainnya. Oleh karena itu, maka makhluk yang berada di lingkungan hidup tersebut (termasuk manusia ) ikut terganggu pula bila terjadi kerusakan dalam lingkungan hidup. Sebaliknya, bila lingkungan hidup terpelihara dengan baik, maka akan menyebabkan kesejahteraan hidup manusia.

B. Melestarikan Lingkungan Sebagai Suatu Kewajiban Umat Islam.

Apabila kita cermati kandungan ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadits serta beberapa ketentuan syari'at, maka kita akan mendapatkan petunjuk yang berharga tentang pentingnya pelestarian alam. Misalnya, penegasan Allah tentang bumi sebagai tanda-tanda kekuasaan Allah (QS. 41: 39; 42: 29; 2: 164 dan 29: 14) adalah menggambarkan bahwa masalah lingkungan hidup bukan hanya sekedar urusan ilmu pengetahuan dan teknologi atau urusan manusia di dunia saja, yang terlepas dari hubungan tanggung jawab antara manusia dengan sang penciptaNya, lebih -lebih hanya sebagai tujuan konsumtif semata, akan tetapi juga erat kaitannya dengan urusan aqidah. Mencermati urusan lingkungan harus pula dikaitkan secara ketat dengan nilai-nilai relegiufilosofis, di samping nilai normatif. Islam memandang tatanan dan lingkungan alam sebagai suatu yang Islami dan berakar dalam diri al-Qur'an. Dalam satu pengertian, pesan al-Qur'an berarti kembali kepada suatu pesan primordial Tuhan kepada manusia. Ia menunjuk kepada apa yang bersifat primordial dalam hakekat asli manusia laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu, Islam disebut agama primordial (al-din al-hanif). Sebagai kitab suci primordial, al-Qur'an berbicara tidak hanya kepada laki-laki dan perempuan, melainkan juga kepada seluruh kosmos. Selama berabad-abad, dimensi kosmos al-Qur'an telah dielaborasi oleh orang-orang bijak dikalangan kaum muslim. Mereka menunjuk kepada al-Qur'an kepada kosmis atau antologis (al-Qur'an al-takwini) sebagai sesuatu yang berbeda dari dan sekaligus melengkapi al-Qur'an yang tertulis (al-Qur'an al-Takwini). Pada wajah setiap makhluk, mereka temukan huruf-huruf dan kata-kata di dalam halaman al-Qur'an yang kosmis, yang hanya bisa dibaca oleh orang-orang yang bijak. Mereka selalu sadar sepenuhnya akan kenyataan bahwa Al-Qur'an merujuk kepada fenomena-fenomena alam dan peristiwa-peristiwa dalam jiwa manusia sebagai ayat (secara harfiah berarti tanda-tanda atau simbol-simbol), suatu istilah yang juga digunakan untuk menunjukkan ayat-ayat Al-Qur'an. Mereka membaca buku kosmos, surat-surat dan ayat-ayatnya, dan memandang fenomena alam sebagai "tanda-tanda" sang pengarang kitab kosmis. Bagi mereka, bentuk-bentuk alam secara harfiah merupakan ayat Allah. Al-Qur'an melukiskan alam sebagai makhluk yang intinya merupakan teofani yang menyelubungi dan sekaligus menyingkapkan Tuhan. Al-Qur'an yang sejak semula membawa ajaran rahmat dan penolakan manusia secara serasi dan seimbang dalam inti ajaran filsafatnya tercatat filsafat teosentris, antroposentris dan kosmossentris. Al-Qur'an pertama kali mengajarkan kepada manusia sebagai makhluk hidup yang sekaligus merupakan makhluk yang selalu bergantung. Hal ini tercermin dari ayat al-Qur'an yang kali pertama diwahyukan kepada umat Muhammad (QS. 96: 1-2), yang sekaligus dapat diperjelas dari pemahaman peran dan fungsi manusia menurut ajaran Qur'ani. Dalam surat al-Baqarah ayat 30, diajarkan bahwa manusia berkedudukan sebagai khalifah (wakil Tuhan di atas bumi). Kualitas kekhalifahan disempurnakan dengan kualitas kehambaan, yang karenanya harus mentaati Allah. Dengan tugas, fungsi dan peran tersebut, manusia yang menjadi pembawa rahmat terhadap alam semesta (rahmatan li al-alamin). Inilah ajaran Qur'ani yang menyumbangkan tiga serangkai ajaran filsafat tersebut. Tugas kekhalifahan ini mempunyai tiga unsur yang saling terkait, kemudian ditambah unsur keempat yang berada di luar, namun sangat menentukan arti kekhalifahan dalam pandangan Al-Qur'an. Ketiga unsur pertama adalah manusia dalam hal ini dinamai "khalifah", alam raya yang ditunjuk oleh ayat ke-21 surat Al-Baqarah sebagai bumi, dan hubungan antara manusia dengan alam dan segala isinya. Sedang unsur yang keempat yang berada di luar adalah yang memberi penugasan itu, yakni Allah SWT. Hal ini berarti bahwa yang ditugasi harus memperhatikan kehendak yang menugasi. Tugas kekhalifahan menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan alam. Interaksi itu bersifat harmonis, sesuai dengan petunjuk Ilahi yang tertera dalam wahyu-wahyu  Nya,dan yang harus ditemukan kandungannya oleh manusia sambil memperhatikan perkembangan dan situasi lingkungannya. Ini prinsip pokok yang merupakan landasan interaksi antara sesama manusia, dan keharmonisan hubungan itu pula yang menjadi tujuan dari segala etika agama. Harus pula diingat bahwa kekhalifahan mengandung arti "bimbingan agar setiap makhluk hidup mencapai tujuan penciptanya". Dalam pandangan agama, seseorang tidak dibenarkan memetik buah sebelum siap untuk dimanfaatkan dan bunga sebelum berkembang, karena ini berarti tidak memberi kesempatan kepada makhluk ini untuk mencapai tujuan penciptaanya. Karena itu, manusia tidak boleh mencari kemenangan, tetapi harus mewujudkan keselarasan antara dirinya dengan alam, yang keduanya ditundukkan atau tunduk kepada Allah SWT. Hal ini berarti, dalam pandangan Islam, manusia dituntut untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang tumbuh dan apa saja yang ada. Etika agama terhadap alam mengantarkan manusia untuk bertanggung jawab sehingga ia tidak melakukan perusakan, atau dengan kata lain setiap perusakan terhadap masalah lingkungan harus dinilai perusakan terhadap diri-sendiri. Sebab, Allah mengecam orang-orang yang hidupnya menimbulkan kerusakan bumi dan merusak tumbuh-tumbuhan. "Dan apabila ia berpaling (dari muka-Mu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya dan merusak tanama-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan" (QS. 2: 205). Islam mengutuk perusakan lingkungan (QS. 7: 56). Manusia harus menyadari bahwa Allah SWT. yang menghidupkan dunia yang tandus itu (QS. 25: 49). Merusak dunia berarti menentang Allah SWT. Oleh karena itu, manusia sebagai khalifah Allah dituntut untuk mengasuh dan memelihara atmosfir di mana ia memainkan peranannya yang sangat penting (QS. 33: 71; 2: 29). Dan orang yang tidak memainkan peranan tersebut (selalu membuat kerusakan di bumi) dinyatakan oleh Allah SWT. sebagai orang yang mendapat kerugian (QS. 2: 27). Kewajiban umat Islam untuk melestarikan lingkungan hidup ini, tercermin juga dalam ibadah haji yang diselenggarakan di tanah haram Makkah dan Madinah, suatu kawasan yang rawan tanaman dan binatang. Oleh syari'at Islam ditetapkan bahwa setiap orang yang melaksanakan ibadah dilarang sama sekali merusak lingkungan biotik di sana. Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Abbas, dikatakan bahwa di tanah haram dilarang memotong kayu, berburu binatang atau mencabut tumbuh-tumbuhan. Disamping itu, menggunakan air yang berlebihan atau apapun di atas keperluan wajar dilarang agama.


BAB III
                                                                   
PENUTUP

A.Kesimpulan

Lingkungan terbaik dan ideal yang digambarkan Islam (dalam Al-Qur'an) adalah pemukiman surga (al-jannah), yang mempunyai ciri-ciri antara lain: penuh dengan tanaman rindang, air sungai yang selalu mengalir, suasana yang tenang tidak penuh dengan kebisingan. Untuk mencapai lingkungan yang terbaik tersebut diperlukan tanggung jawab dari manusia, yang diciptakan sebagai 'abdullah sekaligus sebagai khalifah Allah untuk melaksanakan fungsinya, yakni melaksanakan ibadah kepada Allah,baik ibadah dalam arti khusus maupun umum,termasuk ikut serta bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan (di dunia) ini, guna kepentingan diri  sendiri, orang lain dan makhluk lain


B.Saran
Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa dalam makalah tersebut masih terdapat banyak kekurangan dan permasalahan, meskipun saya sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi itulah hasil usaha saya. Oleh karena itu, kritik dan saran pembaca yang bersifat motivasi sangatlah saya harapkan sebagai saran buat saya untuk ke depan.


DAFTAR PUSTAKA
Syaugi Al-Fanjari Dr, Ahmad. Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam, Bumi Aksara; Desember 1996.
Budihardjo Ir, Eko, Prof. M.S.C, Kota dan Lingkungan, United Nation, University Pers Jakarta, LP3ES, 2003.
Shigo, Takahasi, Profesor, Departement of Economi, Aoyama Gakwin University, Jepang.
Jasan Hunter, Pejabat Program Lingkungan, Nautilus Institue for Security and Sustainable Development, California.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar