BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
Planet bumi tempat umat
manusia sedunia melangsungkan kehidupannya saat ini sedang mengalami kerusakan
pada tingkat yang sangat mengkhawatirkan. Suhu rata-rata bumi semakin panas,
gunung es di daerah kutub yang terus meleleh mengakibatkan naiknya permukaan
air laut, pola-pola cuaca semakin tidak teratur, perusakan hutan semakin tidak
terkendali, bencana alam kian sering terjadi, krisis pangan global mulai
mengancam, epidemi-epidemi baru yang sulit untuk disembuhkan terus bermunculan,
ketersediaan air bersih di masa depan terancam, dan masih banyak tanda-tanda kerusakan
alam yang sedang terjadi di sekitar kita.
Permasalahan lingkungan
yang kini dihadapi umat manusia umumnya disebabkan oleh dua hal. Pertama,
karena fenomena alam sebagai sebuah proses dinamika alam itu sendiri dan
kedua, sebagai akibat dari perbuatan dan kerakusan manusia. Dari dua
penyebab ini, manusia ternyata merupakan aktor dan kontributor utama dari semua
kerusakan alam yang terjadi. Sungguh ironis, perusakan yang dahsyat terhadap
lingkungan justru dilakukan oleh makhluk yang seharusnya bertindak sebagai
pelindung dan pemelihara planet ini.
Keserakahan dan egoisme seringkali mendorong
manusia melakukan hal-hal yang berujung pada rusaknya alam, seperti
penggundulan hutan, aktivitas penambangan yang melampaui batas, konsumsi energi
yang berlebihan dan sebagainya. Banyak dari kita yang hanya memikirkan
kenyamanan pribadi tanpa memikirkan dampak yang akan terjadi pada lingkungan di
sekitar kita maupun lingkungan global secara keseluruhan.
Padahal, kita semua bertanggung jawab sepenuhnya
pada apa yang sedang terjadi pada planet ini. Setiap tindakan kita sebagai
individu pada akhirnya, baik secara langsung maupun tidak, akan berdampak
positif ataupun negatif bagi keutuhan rumah kita satu-satunya ini.
Islam adalah agama yang
sangat memperhatikan keseimbangan dan kelestarian lingkungan. Banyak ayat-ayat
al-Qur’an dan as-Sunnah yang membahas tentang lingkungan. Pesan-pesan Dalam
pandangan Islam, manusia adalah makhluk terbaik di antara semua ciptaan Tuhan
(QS. 95:4; 17:70) yang diangkat menjadi khalifah (QS.2:30) dan memegang
tanggung jawab mengelola bumi dan memakmurkannya (QS.33:72).
Sebagai khalifah di muka bumi, manusia
diperintahkan beribadah kepada-Nya dan diperintah berbuat kebajikan dan
dilarang berbuat kerusakan, “Dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka)
bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan”(QS.
28:77).
Bumi dan semua yang berada
di dalamnya pada hakikatnya diciptakan Allah untuk manusia (QS. 2: 29). Segala
yang ada di langit dan bumi, daratan dan lautan, matahari dan bulan, malam dan
siang, tanaman dan buah-buahan, binatang melata dan binatang ternak semuanya
diciptakan untuk kemaslahatan dan kebahagiaan hidup manusia (QS. 6:141).
Selain konsep berbuat kabajikan terhadap lingkungan
yang disajikan al-Quran, Rasulullah SAW memberikan tela dan untuk
mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini dapat diperhatikan dari
hadist-hadist Nabi, seperti hadist tentang pujian dan ampunan Allah kepada
orang yang menyingkirkan duri dari jalan; menyingkirkan gangguan dari jalan
adalah sedekah, menyingkirkan gangguan dari jalan adalah sebagian dari iman,
dan menyingkirkan gangguan dari jalan adalah perbuatan baik.
Di samping itu, Rasulullah
melarang merusak lingkungan, mulai dari perbuatan yang sangat kecil seperti
melarang membuang kotoran (manusia) di tempat yang dapat mengganggu manusia.
B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Permasalahan
lingkungan yang kini di hadapi Umat manusia?
2.
Tanggung
jawab Umat islam terhadap pelestarian lingkungan?
C.TUJUAN
Tujuan makalah ini adalah untuk memberikan
kesadaran kepada diri kita maupun orang lain untuk memelihara kelestarian
lingkungan yang bedasarkan kepada tuntunan syariat islam
BAB
II
PEMBAHASAN
Membicarakan masalah
lingkungan tidak akan ada habis-habisnya, lebih-lebih dalam era globalisasi.
Apalagi akhir-akhir ini kelangsungan hidup manusia dan planet bumi ini menjadi keprihatinan
manusia sedunia. Dalam "Global Forum: an Ecology Poverty" Daka, 22-24
Juli 1993, Direktur eksekutif program lingkungan PBB (UNEF) menyatakan:
"Dunia kita berada di tepi kehancuran lantaran ulah manusia. Di seluruh
planet, sumber-sumber alam dijarah kelewat batas." Disebut juga bahwa,
pada setiap detik diperkirakan sekitar 200 ton CO2 dilepas ke atmosfir dan 750
ton topsoil musnah. Sementara itu, diperkirakan sekitar 47.000 hektar tanah dibabat,
16.000 hektar tanah digunduli, dan diantara 100 hingga 300 spesies mati setiap hari.
Ini semua menjadi beban bumi yang sudah rentah.
Selain itu, berdasarkan
hasil penelitian yang dilaksanakan ahli fisika di Amerika ternyata ditemukan
bahwa udara di bumi kita sekarang ini sudah mengalami kejenuhan karbon
dioksida, akibat terlalu banyaknya limbah pembakaran bahan bakar yang berasal
dari kendaraan bermotor, pabrik-pabrik dan lain sebagainya. Apabila hal ini
terus berlangsung tanpa pengendalian, maka bencana (al-fasad) dunia akan
terjadi. Begitu juga, jika melihat pantai utara pulau Jawa misalnya, ternyata
tampak merananya kehidupan laut di sana serta makhluk hidup penghuni pantai
tersebut mendekati kemusnahan akibat limbah industri dan pencemaran lingkungan.
Manusia modern ingin
meningkatkan kemakmurannya guna menambah kepuasan-kepuasan hidupnya, antara
lain dengan berbagai macam pembangunan. Ilmu pengetahuan dan teknologi
dimanfaatkan untuk melakukan berbagai perubahan lingkungan, industri dan
lain-lain. Kadang-kadang manusia terbuai dengan kesenangan materi jangka pendek
dan lupa akibat sampingan dari ulahnya sendiri. Jika lingkungan hidup sekarang
dibandingkan dengan keadaan 10 tahun sampai 20 tahun sebelumnya, segera terasa
adanya perubahan yang mencolok. Tetapi di samping itu, terjadi pencemaran
lingkungan yang akibatnya secara nyata dapat dirasakan, misalnya kota dan desa
lebih padat dan kotor, air bersih semakin sulit didapatkan, banjir dan
kebakaran hutan terjadi di mana-mana. Kenyataan di atas menimbulkan tanda tanya
besar: tanggung jawab siapa hal itu dan sejauh mana peran jawab umat Islam yang
diciptakan Allah sebagai "khalifah" di bumi ini
A.Kebutuhan
Manusia Terhadap Lingkungan.
Manusia hidup di
tengah-tengah lingkungan alam dan sosial. Kedua macam lingkungan tersebut akan
banyak mempengaruhi kualitas hidup manusia yang bersangkutan. Hidup manusia
hampir selalu berhubungan langsung dan tergantung pada kondisi lingkungannya.
Seperti kita maklumi, dalam tubuh manusia tersimpang unsur-unsur kimia, seperti
oksigen (65 %), karbon (18 %), hidrogen (10 %), nitrogen (3,3 %), kalsium (1,5
%), fosfor (1 %), ada beberapa unsur kimia lainnya.Di lingkungan alam ini,
terdapat bermacam-macam lingkaran (siklus) tanpa ujung pangkal sampai saat
kiamat. Di udara terdapat bermacam-macam unsur kimia, seperti karbon dioksida
(CO2) oksigen (O2), dan lain-lain yang mengalami perubahan dengan unsur-unsur
kimia lainnya dalam bumi untuk menjadi makanan manusia dan hewan. Bersama
dengan kotoran dan bangkai/mayat manusia, semua itu dilepas kembali menjadi
unsur-unsur semula kedalam udara. Begitulah seterusnya dalam siklus karbon,
siklus oksigen, siklus kalsium dan seterusnya. Untuk kehidupan lingkungan alam,
maka siklus air mempunyai peranan terpenting. Hujan dan salju membawa air ke
bumi; daratan dan lautan menguap dan sampai ke atmosfir, kemudian kembali turun
ke bumi lagi. Mengenai pentingnya unsur air ini dalam hubungannya dengan
lingkungan alam, Allah berfirman: "Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu
yang hidup" (QS. 21: 30). Apabila ditelusuri siklus tersebut, dapat
digambarkan sebagai berikut : cahaya matahari ditangkap tumbuhan hijau yang
mengubah energi cahaya menjadi energi kimia. Proses perubahan ini (sesuai
dengan sunatullah) menggunakan air dan karbon dioksida serta diolah dalam zat
hijau daun (klorofil). Tumbuh-tumbuhan yang memuat energi kimia dimakan hewan
(pemakan tumbuh-tumbuhan), kambing, sapi, kerbau dan lain-lainnya. Energi kimia
pindah dari tumbuh-tumbuhan ke jasad hewan, kemudian pada gilirannya dimakan
manusia. Dengan demikian, energi kimia pindah ke manusia dan menghasilkan
kegiatan hidup manusia. Jika manusia meninggal, maka jasadnya kembali ke bumi
dan energi kimianya kembali ke alam untuk bersiklus kembali. Allah berfirman:
"Dari tanah Kami jadikan kamu, dan kepadanya Kami akan mengembalikan kamu,
dan dari padanya Kami akan mengeluarkan kamu pada kesempatan lain" (QS.
20: 55).Kehidupan manusia dipengaruhi lingkungan alam dan lingkungan sosial.
Karena itu, dalam kehidupannya ia bergantung kepada Tuhan dan lingkungan
sekitar. Hal ini sebagaimana di jelaskan sejak pertama al-Qur'an diperkenalkan
Tuhan, sekaligus memperkenalkan manusia sebagai makhluk hidup yang
berketergantungan: "Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.
Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah (sesuatu yang
bergantungan)"(QS.96:1-2). Semua ciptaan Tuhan adalah untuk suatu tujuan:
"Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antaranya dengan
sia-sia" (QS.38: 37). Kehidupan makhluk Tuhan adalah saling mengait dan
saling berketergantungan satu sama lainnya. Oleh karena itu, maka makhluk yang
berada di lingkungan hidup tersebut (termasuk manusia ) ikut terganggu pula
bila terjadi kerusakan dalam lingkungan hidup. Sebaliknya, bila lingkungan
hidup terpelihara dengan baik, maka akan menyebabkan kesejahteraan hidup
manusia.
B.
Melestarikan Lingkungan Sebagai Suatu Kewajiban Umat Islam.
Apabila kita cermati
kandungan ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadits serta beberapa ketentuan syari'at,
maka kita akan mendapatkan petunjuk yang berharga tentang pentingnya
pelestarian alam. Misalnya, penegasan Allah tentang bumi sebagai tanda-tanda
kekuasaan Allah (QS. 41: 39; 42: 29; 2: 164 dan 29: 14) adalah menggambarkan
bahwa masalah lingkungan hidup bukan hanya sekedar urusan ilmu pengetahuan dan
teknologi atau urusan manusia di dunia saja, yang terlepas dari hubungan
tanggung jawab antara manusia dengan sang penciptaNya, lebih -lebih hanya
sebagai tujuan konsumtif semata, akan tetapi juga erat kaitannya dengan urusan
aqidah. Mencermati urusan lingkungan harus pula dikaitkan secara ketat dengan
nilai-nilai relegiufilosofis, di samping nilai normatif. Islam memandang
tatanan dan lingkungan alam sebagai suatu yang Islami dan berakar dalam diri
al-Qur'an. Dalam satu pengertian, pesan al-Qur'an berarti kembali kepada suatu
pesan primordial Tuhan kepada manusia. Ia menunjuk kepada apa yang bersifat
primordial dalam hakekat asli manusia laki-laki dan perempuan. Oleh karena itu,
Islam disebut agama primordial (al-din al-hanif). Sebagai kitab suci
primordial, al-Qur'an berbicara tidak hanya kepada laki-laki dan perempuan,
melainkan juga kepada seluruh kosmos. Selama berabad-abad, dimensi kosmos
al-Qur'an telah dielaborasi oleh orang-orang bijak dikalangan kaum muslim.
Mereka menunjuk kepada al-Qur'an kepada kosmis atau antologis (al-Qur'an
al-takwini) sebagai sesuatu yang berbeda dari dan sekaligus melengkapi
al-Qur'an yang tertulis (al-Qur'an al-Takwini). Pada wajah setiap makhluk,
mereka temukan huruf-huruf dan kata-kata di dalam halaman al-Qur'an yang
kosmis, yang hanya bisa dibaca oleh orang-orang yang bijak. Mereka selalu sadar
sepenuhnya akan kenyataan bahwa Al-Qur'an merujuk kepada fenomena-fenomena alam
dan peristiwa-peristiwa dalam jiwa manusia sebagai ayat (secara harfiah berarti
tanda-tanda atau simbol-simbol), suatu istilah yang juga digunakan untuk
menunjukkan ayat-ayat Al-Qur'an. Mereka membaca buku kosmos, surat-surat dan
ayat-ayatnya, dan memandang fenomena alam sebagai "tanda-tanda" sang
pengarang kitab kosmis. Bagi mereka, bentuk-bentuk alam secara harfiah
merupakan ayat Allah. Al-Qur'an melukiskan alam sebagai makhluk yang intinya
merupakan teofani yang menyelubungi dan sekaligus menyingkapkan Tuhan. Al-Qur'an
yang sejak semula membawa ajaran rahmat dan penolakan manusia secara serasi dan
seimbang dalam inti ajaran filsafatnya tercatat filsafat teosentris,
antroposentris dan kosmossentris. Al-Qur'an pertama kali mengajarkan kepada
manusia sebagai makhluk hidup yang sekaligus merupakan makhluk yang selalu
bergantung. Hal ini tercermin dari ayat al-Qur'an yang kali pertama diwahyukan
kepada umat Muhammad (QS. 96: 1-2), yang sekaligus dapat diperjelas dari
pemahaman peran dan fungsi manusia menurut ajaran Qur'ani. Dalam surat
al-Baqarah ayat 30, diajarkan bahwa manusia berkedudukan sebagai khalifah
(wakil Tuhan di atas bumi). Kualitas kekhalifahan disempurnakan dengan kualitas
kehambaan, yang karenanya harus mentaati Allah. Dengan tugas, fungsi dan peran
tersebut, manusia yang menjadi pembawa rahmat terhadap alam semesta (rahmatan
li al-alamin). Inilah ajaran Qur'ani yang menyumbangkan tiga serangkai ajaran
filsafat tersebut. Tugas kekhalifahan ini mempunyai tiga unsur yang saling
terkait, kemudian ditambah unsur keempat yang berada di luar, namun sangat
menentukan arti kekhalifahan dalam pandangan Al-Qur'an. Ketiga unsur pertama
adalah manusia dalam hal ini dinamai "khalifah", alam raya yang
ditunjuk oleh ayat ke-21 surat Al-Baqarah sebagai bumi, dan hubungan antara
manusia dengan alam dan segala isinya. Sedang unsur yang keempat yang berada di
luar adalah yang memberi penugasan itu, yakni Allah SWT. Hal ini berarti bahwa
yang ditugasi harus memperhatikan kehendak yang menugasi. Tugas kekhalifahan
menuntut adanya interaksi antara manusia dengan sesamanya dan manusia dengan
alam. Interaksi itu bersifat harmonis, sesuai dengan petunjuk Ilahi yang
tertera dalam wahyu-wahyu Nya,dan yang
harus ditemukan kandungannya oleh manusia sambil memperhatikan perkembangan dan
situasi lingkungannya. Ini prinsip pokok yang merupakan landasan interaksi
antara sesama manusia, dan keharmonisan hubungan itu pula yang menjadi tujuan
dari segala etika agama. Harus pula diingat bahwa kekhalifahan mengandung arti
"bimbingan agar setiap makhluk hidup mencapai tujuan penciptanya".
Dalam pandangan agama, seseorang tidak dibenarkan memetik buah sebelum siap
untuk dimanfaatkan dan bunga sebelum berkembang, karena ini berarti tidak
memberi kesempatan kepada makhluk ini untuk mencapai tujuan penciptaanya.
Karena itu, manusia tidak boleh mencari kemenangan, tetapi harus mewujudkan
keselarasan antara dirinya dengan alam, yang keduanya ditundukkan atau tunduk
kepada Allah SWT. Hal ini berarti, dalam pandangan Islam, manusia dituntut
untuk mampu menghormati proses-proses yang sedang tumbuh dan apa saja yang ada.
Etika agama terhadap alam mengantarkan manusia untuk bertanggung jawab sehingga
ia tidak melakukan perusakan, atau dengan kata lain setiap perusakan terhadap
masalah lingkungan harus dinilai perusakan terhadap diri-sendiri. Sebab, Allah
mengecam orang-orang yang hidupnya menimbulkan kerusakan bumi dan merusak
tumbuh-tumbuhan. "Dan apabila ia berpaling (dari muka-Mu), ia berjalan di
bumi untuk mengadakan kerusakan padanya dan merusak tanama-tanaman dan binatang
ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan" (QS. 2: 205). Islam mengutuk
perusakan lingkungan (QS. 7: 56). Manusia harus menyadari bahwa Allah SWT. yang
menghidupkan dunia yang tandus itu (QS. 25: 49). Merusak dunia berarti
menentang Allah SWT. Oleh karena itu, manusia sebagai khalifah Allah dituntut
untuk mengasuh dan memelihara atmosfir di mana ia memainkan peranannya yang
sangat penting (QS. 33: 71; 2: 29). Dan orang yang tidak memainkan peranan
tersebut (selalu membuat kerusakan di bumi) dinyatakan oleh Allah SWT. sebagai
orang yang mendapat kerugian (QS. 2: 27). Kewajiban umat Islam untuk
melestarikan lingkungan hidup ini, tercermin juga dalam ibadah haji yang
diselenggarakan di tanah haram Makkah dan Madinah, suatu kawasan yang rawan tanaman
dan binatang. Oleh syari'at Islam ditetapkan bahwa setiap orang yang
melaksanakan ibadah dilarang sama sekali merusak lingkungan biotik di sana.
Dalam sebuah hadits yang diriwayatkan Al-Bukhari dari Ibnu Abbas, dikatakan
bahwa di tanah haram dilarang memotong kayu, berburu binatang atau mencabut
tumbuh-tumbuhan. Disamping itu, menggunakan air yang berlebihan atau apapun di
atas keperluan wajar dilarang agama.
BAB
III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Lingkungan terbaik dan
ideal yang digambarkan Islam (dalam Al-Qur'an) adalah pemukiman surga
(al-jannah), yang mempunyai ciri-ciri antara lain: penuh dengan tanaman
rindang, air sungai yang selalu mengalir, suasana yang tenang tidak penuh
dengan kebisingan. Untuk mencapai lingkungan yang terbaik tersebut diperlukan
tanggung jawab dari manusia, yang diciptakan sebagai 'abdullah sekaligus
sebagai khalifah Allah untuk melaksanakan fungsinya, yakni melaksanakan ibadah
kepada Allah,baik ibadah dalam arti khusus maupun umum,termasuk ikut serta
bertanggung jawab terhadap pelestarian lingkungan (di dunia) ini, guna
kepentingan diri sendiri, orang lain dan
makhluk lain
B.Saran
Sebagai manusia biasa saya menyadari bahwa dalam makalah tersebut masih
terdapat banyak kekurangan dan permasalahan, meskipun saya sudah berusaha
semaksimal mungkin, tapi itulah hasil usaha saya. Oleh karena itu, kritik dan
saran pembaca yang bersifat motivasi sangatlah saya harapkan sebagai saran buat
saya untuk ke depan.
DAFTAR PUSTAKA
Syaugi Al-Fanjari
Dr, Ahmad. Nilai Kesehatan dalam Syariat Islam, Bumi Aksara; Desember 1996.
Budihardjo Ir,
Eko, Prof. M.S.C, Kota dan Lingkungan, United Nation, University Pers Jakarta,
LP3ES, 2003.
Shigo, Takahasi,
Profesor, Departement of Economi, Aoyama Gakwin University, Jepang.
Jasan Hunter,
Pejabat Program Lingkungan, Nautilus Institue for Security and Sustainable
Development, California.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar