BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aktivitas manusia dalam
memenuhi kebutuhan kadang menghasilkan dampak terhadap lingkungan. Dampak
tersebut dapat berupa dampak positif maupun negatif. Salah satu dampak negatif
akibat aktivitas manusia adalah turunnya kualitas lingkungan hidup. Sebagai
contoh turunnya kualitas tanah akibat pencemaran limbah yang dihasilkan oleh
manusia, baik limbah rumah tangga, industri, maupun pertanian. Salah satu
faktor pencemaran tanah yang paling penting adalah limbah logam berat. Logam
berat merupakan istilah yang digunakan untuk unsur-unsur transisi yang
mempunyai massa jenis atom lebih besar dari 6 g/cm3. Merkuri (Hg), timbal (Pb),
tembaga (Cu), kadmium (Cd) dan stronsium (Sr) adalah contoh logam berat yang
berupa kontaminan yang berasal dari luar tanah dan sangat diperhatikan karena berhubungan
erat dengan kesehatan manusia, pertanian dan ekotoksikologinya (Alloway, 1995) dalam
Darmono (1995). Pangan yang dikonsumsi sehari-hari merupakan hasil pertanian.
Pangan seharusnya memenuhi kriteria ASUH (Aman, Sehat, Utuh dan Halal). Salah satu
parameter tersebut, yaitu Aman, termasuk dalam masalah mutu. Mutu dan keamanan
pangan berpengaruh langsung terhadap kesehatan masyarakat dan perkembangan
sosial. Makanan yang bermutu baik dan aman diperlukan untukmeningkatkan
kesehatan, kesejahteraan individu dan kemakmuran masyarakat. Sayuran merupakan
sumber pangan yang mengandung banyak vitamin dan mineral yang secara langsung
berperan meningkatkan kesehatan. Oleh karena itu, higienitas dan keamanan
sayuran yang dikonsumsi menjadi sangat penting agar tidak menimbulkan gangguan
kesehatan. Namun banya jenis sayuran yang beredar di masyarakat tidak terjamin
keamanannya karena diduga telah terkontaminasi logam-logam berat seperti timbal
(Pb), kadmium (Cd), atau merkuri (Hg).
B.Rumusan Masalah
Dari uraian latar belakang masalah diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1.
Bagaimana dampak timbal (Pb) terhadap lingkungan hidup
?
2.
Bagaimana upaya-upaya penyelesaiannya dampak timbale
(Pb) terhadap lingkungan hidup ?
C.Tujuan
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan pemahaman dan gambaran
bagaimana proses bahaya logam berat dalam sayuran dan alternatif pencegahan pencemaranya.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
KARAKTERISTIK
LOGAM BERAT BERBAHAYA
Menurut Suhendrayatna dalam Charlena (2004), ada beberapa
logam berat yang berbahaya bila kadarnya dalam tubuh melebihi ambang batas yang
diperbolehkan. Logam berat tersebut yaitu:
1. Arsenik
(As)
Arsenik diakui sebagai komponen esensial bagi sebagian
hewan dan tumbuh-tumbuhan, namun demikian arsenik lebih populer dikenal sabagai
raja racun dibandingkan kapasitasnya sebagai komponen esensial. Pada permukaan
bumi, arsenik berada pada urutan ke-20 sebagai elemen yang berbahaya, ke-14 di
lautan, dan unsur ke-12 berbahaya bagi manusia. Senyawa ini labil dalam bentuk
oksida dan tingkat racunnya sama seperti yang dimiliki oleh beberapa elemen
lainnya, sangat tergantung pada bentuk struktur kimianya. Arsen anorganik
seperti arsen pentaoksida memiliki sifat mudah larut dalam air, sedangkan arsen
trioksida sukar larut di air, tetapi lebih mudah larut dalam lemak. Penyerapan
melalui saluran pencernaan dipengaruhi oleh tingkat kelarutan dalam air,
sehingga arsen pentaoksida lebih mudah 18 Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian Vol. 3 2007 diserap dibanding arsen trioksida.
2. Kadmium (Cd)
Kadmium (Cd) adalah logam kebiruan yang lunak, dan
merupakan racun bagi tubuh manusia. Waktu paruhnya 30 tahun dan dapat
terakumulasi pada ginjal, sehingga ginjal mengalami disfungsi. Jumlah normal kadmium
di tanah berada di bawah 1 ppm, tetapi angka tertinggi (1700 ppm) dijumpai pada
permukaan sampel tanah yang diambil di dekat pertambangan biji seng (Zn).
Kadmium lebih mudah diakumulasi oleh tanaman dibandingkan dengan ion logam
berat lainnya seperti timbal. Logam berat ini bergabung bersama timbal dan
merkuri sebagai the big three heavy metal yang memiliki tingkat bahaya
tertinggi pada kesehatan manusia. Menurut badan dunia FAO/ WHO, konsumsi per
minggu yang ditoleransikan bagi manusia adalah 400-500 g per orang atau 7 mg
per kg berat badan. Kadmium yang terdapat dalam tubuh manusia sebagian besar
diperoleh melalui makanan dan tembakau, hanya sejumlah kecil berasal dari air minum
dan polusi udara. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Laegreid (1999) dalam
Charlene (2004), pemasukan Cd melalui makanan adalah 10-40 mg/ hari, sedikitnya
50% diserap oleh tubuh.
3. Tembaga
(Cu)
Tembaga (Cu) bersifat racun terhadap semua tumbuhan
pada konsentrasi larutan di atas 0,1 ppm. Konsentrasi yang aman bagi air minum
manusia tidak lebih dari 1 ppm. Bersifat racun bagi domba pada konsentrasi di
atas 20 ppm. Konsentrasi normal komponen ini di tanah berkisar 20 ppm dengan
tingkat mobilitas sangat lambat karena ikatan yang sangat kuat dengan material
organik dan mineral tanah liat. Kehadiran tembaga pada limbah industri biasanya
dalam bentuk ion bivalen Cu(II) sebagai hydrolitic product. Beberapa industri
seperti pewarnaan, kertas, minyak, industri pelapisan melepaskan sejumlah tembaga
yang tidak diharapkan. Tembaga dalam konsentrasi tinggi (22-750 mg/kg tanah
kering) dijumpai pada sedimen di laut Hongkong dan pada sejumlah
pelabuhan-pelabuhan di Inggris. Cemaran logam tembaga pada bahan pangan pada
awalnya terjadi karena penggunaan pupuk dan pestisida secara berlebihan.
Meskipun demikian, pengaruh proses pengolahan akan dapat mempengaruhi status
keberadaan tembaga tersebut dalam bahan pangan (Charlene, 2004). Dirjen Pengawasan
Obat dan Makanan (POM) RI telah menetapkan batas maksimum cemaran logam berat tembaga
pada sayuran segar yaitu 50 ppm. Namun demikian, tembaga merupakan konstituen
yang harus ada dalam makanan manusia dan dibutuhkan oleh tubuh (Acceptance
Daily Intake/ADI = 0,05 mg/kg berat badan). Pada kadar ini tidak terjadi
akumulasi pada tubuh manusia normal. Akan tetapi asupan dalam jumlah yang besar
pada tubuh manusia dapat menyebabkan gejala-gejala yang akut (Astawan, 1995).
4. Timbal (Pb)
Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman,
yaitu daun, batang, akar dan akar umbiumbian (bawang merah). Perpindahan timbal
dari tanah ke tanaman tergantung komposisi dan pH tanah. Konsentrasi timbal
yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis
dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi (Anonymous,
1998 dalam Charlene, 2004). Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan
dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas
dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika
logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb
oleh akar tanaman. Timbal merupakan logam berat yang sangat beracun, dapat
dideteksi secara praktis pada seluruh benda mati di lingkungan dan seluruh
sistem biologis. Sumber utama timbal adalah makanan dan minuman. Komponen ini
beracun terhadap seluruh aspek kehidupan. Timbal menunjukkan beracun pada
sistem saraf, hemetologic, hemetotoxic dan mempengaruhi kerja ginjal.
Rekomendasi dari WHO, logam berat Pb dapat ditoleransi dalam seminggu dengan
takaran 50mg/kg berat badan untuk dewasa dan 25 mg/kg berat badan untuk bayi
dan anak-anak. Mobilitas timbal di tanah dan tumbuhan cenderung lambat dengan
kadar normalnya pada tumbuhan berkisar 0,5-3 ppm.
5. Merkuri
(Hg)
Disebut juga air raksa, merkuri merupakan logam yang
secara alami ada dan merupakan satu-satunya logam yang pada suhu kamar berwujud
cair. Logam murninya berwarna keperakan, cairan tak berbau, dan mengkilap. Bila
dipanaskan sampai suhu 357°C, Hg akan menguap. Selain untuk kegiatan
penambangan emas, logam Hg juga digunakan dalam produksi gas klor dan soda
kaustik, termometer, bahan tambal gigi,dan baterai. Keracunan merkuri pertama
sekali dilaporkan terjadi di Minamata, Jepang pada tahun 1953. Kontaminasi
serius juga pernah diukur di sungai Surabaya, Indonesia tahun 1996. Akibat
kuatnya interaksi antara merkuri dan komponen tanah lainnya, penggantian bentuk
merkuri dari satu bentuk ke bentuk lainnya selain gas biasanya sangat lambat.
Proses methylisasi merkuri biasanya terjadi di alam pada kondisi terbatas,
membentuk satu dari sekian banyak elemen berbahaya, karena dalam bentuk ini
merkuri sangat mudah terakumulasi pada rantai makanan. Karena berbahaya,
penggunaan fungisida alkylmerkuri dalam pembenihan tidak diijinkan di banyak
negara. Kasus yang kedua yang terjadi di negara kita sendiri yaitu tercemarnya
perairan di Teluk Buyat,
Manado sebagai akibat pembuangan limbah arsen (As) dan merkuri (Hg) yang
dilakukan oleh PT. Newmont selama bertahun-tahun sehingga mengakibatkan
tercemarnya ikan-ikan yang ada di perairan tersebut. Ikan-ikan tersebut dimakan
oleh penduduk yang ada di sekitar daerah itu dan menyebabkan wabah neurologis
yang tidak menular, yang sangat merugikan kesehatan serta menyengsarakan
kesehatan masyarakat. Dalam kasus Buyat ini, logam berat merkuri (Hg) kemungkinan
dapat berasal dari limbah proses pemisahan biji emas atau dari tanah bahan tambangnya
sendiri yang sudah mengandung merkuri. Padahal banyak alternatif yang dapat digunakan
untuk mengolah limbah yang mengandung logam berat, khususnya merkuri,
diantaranya ialah dengan teknologi low temperature thermal desorption (LTTD)
atau dengan teknologi Phytoremediation (Anonymous, 2004).
B.
SUMBER DAN
DISTRIBUSI LOGAM BERAT DILINGKUNGAN
1. Pencemaran Logam Berat pada Tanah
Tanah merupakan bagian dari siklus logam berat.Pembuangan
limbah ke tanah apabila melebihi kemampuan tanah dalam mencerna limbah akan mengakibatkan
pencemaran tanah. Jenis limbah yang berpotensi merusak lingkungan hidup adalah limbah
yang termasuk dalam Bahan Beracun .Berbahaya (B3) yang di dalamnya terdapat
logam-logam berat. Subowo et al., (1999)
menyatakan bahwa adanya logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan
produktivitas pertanian dan kualitas hasil pertanian selain dapat membahayakan kesehatan
manusia melalui konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam
berat tersebut. Kandungan logam berat di dalam tanah secara alamiah sangat
rendah, kecuali tanah tersebut sudah tercemar. Kandungan logam berat dalam tanah
sangat berpengaruh terhadap kandungan logam pada tanaman yang tumbuh di
atasnya, kecuali terjadi interaksi di antara logam itu sehingga terjadi
hambatan penyerapan logam tersebut oleh tanaman. Akumulasi logam dalam tanaman
tidak hanya tergantung pada kandungan logam dalam tanah, tetapi juga tergantung
pada unsur kimia tanah, jenis logam, pH tanah dan spesies tanaman yang sensitif
terhadap logam berat tertentu (Darmono, 1995). Logam berat masuk ke lingkungan
tanah melalui penggunaan bahan kimia yang langsung mengenai tanah, penimbunan
debu, hujan atau pengendapan, pengikisan tanah dan limbah buangan. Menurut Darmono
(1995), interaksi logam berat dan lingkungan tanah dipengaruhi oleh tiga
faktor, yaitu: a) proses sorbsi atau desorbsi, b) difusi pencucian, dan c) degradasi.
Unsur logam berat Kadmium (Cd) terdapat dalam tanah secara alami dengan
kandungan rata-rata rendah yaitu 0,4 mg/kg tanah. Pada tanah yang bebas polusi kandungannya
adalah 0,06-1,00 mg/kg tanah. Peningkatan kandungan kadmium dapat berasal dari asap
kendaraan bermotor dan pupuk fosfat yang terakumulasi di tanah. Pada umumnya
tanaman menyerap hanya sedikit (1-5%) larutan kadmium yang ditambahkan ke dalam
tanah. Akumulasi dalam jangka waktu lama dapat meningkatkan kandungan kadmium dalam
tanah dan tanaman yang sedang tumbuh. Sayuran mengakumulasi kadmium lebih
banyak dibandingkan tanaman pangan yang lain. Kadmium sangat membahayakan
kesehatan karena pengaruh racun akut dari unsur tersebut sangat buruk. Di
antara penderita yang keracunan kadmium mengalami tekanan darah tinggi,
kerusakan ginjal, kerusakan jaringan testicular, dan kerusakan sel-sel jaringan
darah merah. Di Jepang kontaminasi kadmium pada beras yang berasal dari lahan
sawah yang lama mengalami kekeringan telah menimbulkan penyakit itai-itai
dengan gejala nyeri pada pinggang dan otot kaki (Subowo et al., 1999). Untuk
meningkatkan hasil pertanian, penggunaan pupuk tidak dapat dihindari. Petani di
daerah semakin banyak yang menggunakan obat-obatan pertanian untuk meningkatkan
hasil produksinya tanpa mempertimbangkan akibat yang ditimbulkan pada tanaman
dan lingkungan sekitarnya. Petani di daerah Brebes yang dikenal sebagai salah
satu pusat produksi bawang merah di Jawa Tengah, cenderung menggunakan pupuk
dan pestisida secara berlebihan (Sumarni dan Rosliani, 1996). Padahal adanya
logam berat dalam tanah pertanian dapat menurunkan produktifitas pertanian dan
kualitas hasil pertanian selain dapat membahayakan kesehatan manusia melalui
konsumsi pangan yang dihasilkan dari tanah yang tercemar logam berat tersebut
(Subowo et al.,1999). Secara bertahap pemakaian bahan agrokimia (pupuk dan
pestisida) dalam sistem budidaya pertanian harus dikurangi, karena bahan
agrokimia mengandung:
Logam
|
Metals
|
Kandungan dalam tanah(Rata-rata, μg/g)
|
Content on soil (Average, μg/g)
|
As (Arsenik) 100
|
Co (Kobal ) 8
|
Cu ( embaga) 20
|
Pb ( imbal) 10
|
Zn (Seng) 50
|
Cd (Kadmium) 0,06
|
Hg (Merkuri) 0,03
|
logam berat yang termasuk bahan beracun berbahaya (B3).
Penggunaan bahan agrokimia yang tidak terkendali pada lahan pertanian terutama
pada sayuran berdampak negatif antara lain meningkatnya resistensi hama atau
penyakit tanaman, terbunuhnya musuh alami dan organisme yang berguna, serta terakumulasinya
zat-zat kimia berbahaya dalam tanah (Sutamihardja & Rizal, 1985 dalam
Charlene, 2004).
2. Pencemaran
Logam Berat pada Tanaman Sayuran
Logam berat telah banyak terdeteksi pada sayuran, terutama
yang ditanam dekat dengan jalan raya dan rentan polusi udara, antara lain yang
berasal dari asap pabrik serta asap kendaraan bermotor. Penelitian yang
dilakukan Ayu (2002) menunjukkan bahwa pada komoditas kangkung dan bayam yang
dijual di pasarpasar daerah Bogor mempunyai kadar timbal (Pb) di atas ambang
batas cemaran logam sesuai yang ditetapkan Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan, yaitu
2 ppm. Kisaran kadar timbal (Pb) pada sampel kangkung < 0,01 ppm-3,12 ppm
sedangkan kisaran timbal (Pb) pada sampel bayam < 0,01 ppm-3,38 ppm. Dalam
kasus ini, jalur distribusi dan cara pengangkutan sangat berpengaruh terhadap bertambahnya
kadar cemaran timbal (Pb). Pencemaran timbal (Pb) pada sayuran setelah pasca panen
terjadi selama pengangkutan, penjualan, dan distribusi. Kadar logam berat
tembaga (Cu) pada beberapa komoditas sayuran juga cukup tinggi, diantaranya adalah;
kangkung mengandung tembaga pada kisaran 1,98 ppm-6,37 ppm, bayam 1,25 ppm-4,36
ppm, kol 4,16 ppm-8,88 ppm sedangkan daun singkong 4,58 ppm-8,75 ppm.
Terkandungnya tembaga secara berlebihan pada sayuran disebabkan pemupukan yang berlebihan,
pemakaian insektisida dan air irigasi yang tercemar limbah pabrik (Munarso
et al., 2005). Pencemaran logam berat
tembaga terjadi selama proses prapanen yaitu selama penanaman dan pemeliharaan,
juga disebabkan pemakaian pupuk mikro yang mengandung tembaga. Di daerah sentra
tanaman sayuran di Kabupaten Tegal dan Brebes, kandungan logam berat timbal
(Pb) dan kadmium (Cd) dalam tanaman bawang merah masing-masing berkisar antara
0,41-5,71 ppm dan 0,05-0,34 ppm. Menurut kriteria Ditjen POM Depkes, pada
kelompok sayuran, nilai ambang batas logam berat timbal adalah 0,24 ppm dan
menurut Codex Alimentarius Commission (CAA), nilai ambang batas tembaga adalah
0,05 ppm. Dengan mengacu pada kriteria Ditjen POM Depkes dan CAA tersebut maka sebagian
besar tanaman bawang merah sudah mengandung Pb diatas ambang batas, sedangkan untuk
kandungan Cd, semua tanaman bawang merah sudah di ambang batas (Anonymous,
2005). Di luar negeri, seperti yang terjadi di areal sub urban Varanasi, India,
diketahui bahwa kontaminasi logam berat kadmium (Cd), timbal (Pb) dan nikel
(Ni) terdapat pada sayuran berdaun yaitu sayuran palak atau yang lebih dikenal
dengan sayuran bayam (Beta vulgaris L. var All green H1) yang umum dikonsumsi oleh
orang-orang urban di India, terutama orang-orang miskin. Penelitian Sharma et
al., (2005) melaporkan bahwa selain pada sayuran tersebut, kontaminasi logam
berat kadmium juga terdeteksi pada tanah yang diirigasi oleh air limbah pabrik
yang belum mengalami perlakuan penjernihan. Pencemaran logam berat kadmium
terjadi selama proses prapanen yaitu selama penanaman dan pemeliharaan. Pada
komoditi sayuran biasanya disebabkan oleh pemakaian pupuk fosfat yang
mengandung kadmium secara berlebihan dan pH tanah tempat tanam yang rendah
sehingga mempertinggi kesediaan kadmium dalam tanah. Masih di area
perindustrian Dinapur, Varanasi, India, dicobakan perlakuan air limbah dari
industri yang sudah dan belum diberi perlakuan untuk irigasi pertanian selama
sembilan bulan. Sampel yang diirigasi adalah sayuran palak, bayam, kubis,
tomat, labu kuning, lobak dan gandum yang diambil dari daerah terkontaminasi
dan daerah tidak terkontaminasi. Logam berat pada sayuran yang diambil dari
daerah terkontaminasi lebih tinggi daripada yang diambil dari daerah yang tidakterkontaminasi.
Kadmium (Cd) paling tinggi pada kubis (9,20
ppm) sedangkan timbal (Pb) pada kembang kol (25,98 ppm) dan Nikel (Ni) pada
tumbuhan brinjal (20,94 ppm). Konsentrasi semua logam berat (Cd, Pb dan Ni)
masih melebihi batasan yang diperbolehkan standar India pada semua jenis sayuran.
Perbedaan akumulasi logam berat pada sayuran mungkin dapat disebabkan oleh
perbedaan dalam sifat morpho-physiologis sayuran-sayuran tersebut (Singh et
al., 2007). Di Zimbabwe, terdapat peningkatan kekhawatiran publik akan
penanaman sayuran di atas tanah yang juga diirigasi dengan air limbah pabrik
yang belum diberi perlakuan penjernihan atau diirigasi oleh endapan pembuangan
kotoran yang dihasilkan pabrik. Di negara tersebut, kontaminasi logam berat
tertinggi terdapat pada jagung dan sayuran berdaun yaitu tsunga. Pada daun
tsunga, terdeteksi kontaminasi logam berat Cd sebanyak 3,68 ppm; Cu 111 ppm, Pb
6,77 ppm dan Zn 221 ppm padahal standar Uni Eropa untuk Cd adalah hanya 0,2
ppm; Cu 20 ppm; Pb 0,3 ppm dan Zn 50 ppm (United Kingdom Guidelines). Di Nigeria, efek penggunaan pestisida
terhadapkandungan Cd, Pb dan Cu pada 2
spesies bayam (merah dan hijau) telah diukur. Akumulasi tertinggi terdapat pada
daun dibandingkan pada batang dan akar. Pada bayam merah, kandungan Cd, Pb dan Cu
berturut-turut adalah 6,8 ; 1,4 ; 18,6 kali lebih tinggi daripada maksimum
tingkat yang dapat ditoleransi yaitu 30, 300, dan 100 mg/g. Sedangkan pada
bayam hijau, kandungan Cd dan Cu adalah 4,9 dan 14,7 kali lebih tinggi daripada
maksimum tingkat yang dapat ditoleransi (Chiroma et al., 2007). Konsentrasi Cd,
Pb dan Cu pada daun, batang dan akar bayam merah
yang menggunakan pestisida adalah 163%, 222%, 178%;
364%, 325%, 449%; dan 254%, 363%, 224% lebih tinggi daripada pada bayam yang
tidak diberi pestisida. Untuk bayam hijau, kandungan Cd, Pb dan Cu pada daun,
batang dan akar adalah 156%, 238%, 150%; 163%, 454%, 462%; 156%,407%, 346%
lebih tinggi daripada yang tidak diberi pestisida. Di Tanzania, empat jenis
logam berat (Cd, Co, Pb dan Zn) telah diukur dari beberapa jenis sayuran hijau
yang ditanam di sepanjang aliran sungai Sinza dan Msimbazi. Alat yang digunakan
adalah Atomic Absorption
Spectrophotometry. Kontribusi sayursayuran tersebut terhadap asupan
makanan seharihari juga diukur. Hasil menunjukkan kisaran berikut (dalam mg/100
g): 0,01-0,06 untuk cadmium (Cd); 0,25-1,60 untuk kobalt (Co); 0,19-0,66 untuk
timbal (Pb); dan 1,48-4,93 untuk seng (Zn). Beberapa sayuran mengandung jumlah
yang melebihi yang diperbolehkan FAO dan WHO untuk konsumsi manusia. Kontribusi
asupan harian dari keempat logam berat tersebut ditemukan sebanyak 21,60 mg; 858,60
μg; 426,60 μg dan 3,65 mg.Survai lapangan juga telah dilakukan oleh Cui, et
al., (2004) di area dekat lokasi peleburan logam di Nanning, China Selatan
untuk menganalisis kontaminasi logam berat pada sampel tanah dan sayuran serta
untuk mengevaluasi kemungkinan resiko kesehatan pada masyarakat melalui rantai makanan.
Tingkat kontaminasi pada tanah dan sayuran telah diukur, dan diukur pula faktor
transfer (TF) dari tanah ke tanaman sayuran serta risiko kesehatannya (indeks
resiko, IR). Hasil menunjukkan bahwa kedua tanah dan sayuran dari desa 1 dan 2 (V1
dan V2, dengan jarak 1500 m dan 500 m dari lokasi peleburan logam) sangat
terkontaminasi logam berat apabila dibandingkan dengan tanah dan sayuran di
desa yang terletak 50 km dari lokasi peleburan logam. Nilai tengah konsentrasi
Cd pada sayuran di
kedua desa (V1 dan V2) adalah 0,15 ppm dan 0,24 ppm
sedangkan konsentrasi Pb adalah 0,45 ppm dan 0,38 ppm. Asupan Cd dan Pb melalui
sayuran yang dikonsumsi memiliki risiko kesehatan yang tinggi terhadap penduduk
setempat. Indeks risiko (IR) yang terukur pada kedua desa adalah 3,87 ppm dan
7,42 ppm untuk Cd dan 1,44 ppm serta 13,5 ppm untuk Pb. Terpaparnya lingkungan
dari logam berat diketahui sebagai faktor penyebab timbulnya kanker. Turkdogan
et al., (2003) telah menginvestigasi tujuh tingkat logam berat yang
berbeda-beda (Co, Cd, Pb, Zn, Mn, Ni dan Cu) pada sampel tanah, buah-buahan dan
sayuran di wilayah Van sebelah selatan Turki dimana kanker gastrointestinal
atas merupakan hal yang endemik. Kandungan logam berat pada sampel ditentukan
dengan flame atomic absorption spectrometer. Di dalam tanah,
empat jenis logam berat (Cd, Pb, Cu dan Co) ada pada konsentrasi dua sampai 50
kali lebih tinggi dibanding Zn. Sampel buah-buahan dan sayuran yang ditemukan mengandung
3,5 sampai 340 kali lebih tinggi kandungan Co, Cd, Pb, Mn, Ni dan Cu-nya
dibanding Zn. Pada sampel tanah vulkanik, buah dan sayuran mengandung logam
berat karsinogenik yang potensial dimana tingkay yang cukup tinggi tersebut berhubungan
dengan tingginya prevalensi kanker gastrointestinal atas di region Van
tersebut. Di China, Huludao Zinc Plant di Huludao City merupakan tempat
peleburan logam berat seng (Zn) terbesar di Asia. Logam berat telah
mengkontaminasi lingkungan sekelilingnya dengan serius. Telah diinvestigasi 20
jenis sayuran dan sampel tanah yang berhubungan dari delapan plot dekat Huludao
Zinc Plant untuk menginvestigasi risiko kesehatan dari Hg, Pb, Cd, Zn, dan Cu
terhadap penduduk di sekitar Huludao Zinc Plant di China via konsumsi sayuran. Nilai
faktor transfer (TF) Hg, Pb, Cd, Zn dan Cu dari tanah ke sayuran dan nilai
bahaya target (THQs) risiko kesehatan yang memungkinkan terhadap penduduk lokal
melalui transfer rantai makanan dihitung .
Table 2.
Legistlation standard of maximum heavy
(dalam penelitian)
|
||||||||||||||||||||
Not yet determined (on
|
||||||||||||||||||||
research)
|
||||||||||||||||||||
20 ppm
|
||||||||||||||||||||
Regulation and
|
||||||||||||||||||||
Recommendation for Heavy
|
||||||||||||||||||||
Metals & South Africa
|
||||||||||||||||||||
1,0 ppm Belum ditentukan
|
||||||||||||||||||||
Not yet determined
|
||||||||||||||||||||
20 ppm
|
||||||||||||||||||||
Regulation and
|
||||||||||||||||||||
Recommendation for Heavy
|
||||||||||||||||||||
Metals in Canada
|
||||||||||||||||||||
2,0 ppm Belum ditentukan
|
||||||||||||||||||||
Not yet determined
|
||||||||||||||||||||
50 ppm
|
||||||||||||||||||||
Regulation and
|
||||||||||||||||||||
Recommendation for Heavy
|
||||||||||||||||||||
Metals in Australia
|
||||||||||||||||||||
2,0 ppm Belum ditentukan
|
||||||||||||||||||||
Not yet determined
|
||||||||||||||||||||
30 ppm
|
||||||||||||||||||||
Regulation and
|
||||||||||||||||||||
Recommendation for Heavy
|
||||||||||||||||||||
Metals in New Zealand
|
||||||||||||||||||||
2,5 ppm 1 ppm 50 ppm
|
Nilai TF logam berat dari tanah ke sayuran menurun
menurut susunan Cd>Zn>Cu>Pb>Hg. Nilai TF logam berat pada daun
lebih tinggi daripada jaringan lain. Asupan harian Hg, Pb, Cd, Zn dan Cu melalui
konsumsi makanan adalah 1,322; 574,3; 301,4; 5263 dan 292,5 μg untuk dewasa dan
1,029; 446,8; 234,5; 4095 dan 227,6 mg untuk anak-anak yang tinggal di sekitar
Huludao Zinc Plant. Hal inisangat berpotensi menimbulkan risiko kesehatan, terutama
untuk anak-anak, apabila nilai THQ Cd atau Pb lebih dari 1. Jumlah total logam
THQs (TTHQs) yang berkaitan dengan konsumsi sayuran untuk dewasa dan anak-anak
adalah 5,79-9,90; 7,6-13,0. Dari perbandingan TTHQs pada plot-plot sampel dari jarak
yang berbeda dari Huludao Zinc Plant, terindikasi bahwa resiko kesehatan mereka
yang tinggal dekat dengan Huludao Zinc Plant (< 500 m) adalah paling tinggi,
dan pada jarak > 1000 m resiko kesehatannya cukup tinggi dibanding pada
mereka yang tinggaldalam jarak 500-1000 m. Namun, penduduk yangtinggal dalam
areal lokasi 500-1000 m dari Huludao Zinc Plant juga mempunyai resiko kesehatan
yang cukup tinggi apabila memiliki
nilai TTHQ lebih dari 1. Akumulasi
logam berat yang berlebihan pada tanah
pertanian dapat berakibat tidak hanya terhadap kontaminasi lingkungan tetapi yang lebih buruk adalah menyebabkan meningkatnya kadar logam berat
pada hasil-hasil pertanian yang
dipanen sehingga hal tersebut pada
akhirnya berakibat terhadap penurunan mutu
dan keamanan pangan nabati yang dihasilkan. Untuk
melindungi konsumen, beberapa negara telah menetapkan
batas aman cemaran logam berat pada makanan,
seperti dapat dilihat pada Tabel 2. Di Indonesia,
Ditjen POM telah mengeluarkan Keputusan
No. 03725/B/SK/VII/89 tentang Batas Maksimum
Cemaran Logam dalam Makanan untuk Sayuran
Segar, batas aman untuk Pb 2 mg/kg danCu 50mg/kg.
C.
MEKANISME
KONTAMINASI LOGAM BERAT
Beberapa faktor yang menyebabkan kontaminasi logam berat pada lingkungan bervariasi antara
lain: kondisi geologi tanah dimana
tanaman dibudidayakan, kondisi air
yang digunakan untuk penyiraman, adanya kontaminan
logam berat tertentu yang berasal dari industri
apabila lokasi pertanaman dekat dengan lokasi industri, bahkan bencana yang tidak terduga. Seperti kasus yang saat ini sudah dan masih
terjadi yaitu meluapnya lumpur panas
di kawasan industri di daerah Porong,
Sidoarjo Jawa Timur. Meluapnya lumpur
panas dari lapangan gas yang dikelola Lapindo Brantas Inc tersebut mengandung logam berat yang berlebihan sehingga jika masuk ke tambak
akan mematikan mikroorganisme.
Menurut Anonymous (2006), dilaporkan
bahwa bahan lumpur panas tersebut
terdeteksi mengandung gas belerang (H2S), metana
(CH4), Chlorida (Cl) dan Sulfat (SO4) yang tinggi.
Selain itu uji laboratoris juga menunjukkan adanya
unsur pencemaran akibat adanya beberapa bahan
lainnya yang cukup tinggi seperti Mangan (Mg) dan Seng (Zn). Tanah pertanian yang ada di sekitar daerah tersebut tertutupi oleh lumpur
panas yang disinyalir mengandung
logam berat dalam konsentrasi yang
tinggi, sehingga di masa mendatang apabila lumpur
panas sudah mereda, yang tertinggal adalah tanah
yang sudah terkontaminasi logam berat dan tanaman
pangan yang mungkin tumbuh di atasnya adalah
bahan pangan yang telah tercemar logam berat.
Faktor yang menyebabkan tingginya kontaminasi logam berat di lingkungan adalah perilaku
manusia yang menciptakan teknologi
tanpa menimbang terlebih dahulu efek
yang akan ditimbulkan bagi lingkungan
di kemudian hari. Sebagai contoh, di Indonesia,
tingginya kandungan timbal (Pb) pada lingkungan
disebabkan oleh pemakaian bensin bertimbal
yang sangat tinggi pada hampir semua jenis kendaraan
bermotor. Untuk mempermudah bensin premium
terbakar, titik bakarnya harus diturunkan melalui
peningkatan bilangan oktan dengan penambahan
timbal dalam bentuk tetrail lead (TEL). Namun
dalam proses pembakaran, timbal dilepas kembali
bersama-sama sisa pembakaran lainnya ke udara
dan dihirup oleh manusia saat bernafas. Moshman
(1997) dalam Charlena (2004) mengungkapkan
bahwa akumulasi logam berat Pb pada
tubuh manusia yang terus-menerus dapat mengakibatkan
anemia, kemandulan, penyakit ginjal, kerusakan
syaraf dan kematian. Sedangkan keracunan
Cd dapat menyebabkan tekanan darah tinggi,
kerusakan jaringan-jaringan testicular, kerusakan
ginjal dan kerusakan butir-butir sel darah merah.
1. Mekanisme
pada Bahan Pangan (Sayuran)
Logam berat yang ada di lingkungan, tanah, air dan udara dengan suatu mekanisme tertentu
masuk ke dalam tubuh makhluk hidup.
Tanaman yang menjadi mediator
penyebaran logam berat pada makhluk hidup,
menyerap logam berat melalui akar dan daun (stomata).
Logam berat terserap ke dalam
jaringan tanaman melalui akar, yang
selanjutnya akan masuk ke dalam
siklus rantai makanan .
Di Indonesia, kadar logam berat yang cukup tinggi pada sayuran sudah semestinya
mendapat
perhatian serius dari semua pihak, terutama pada sayur-sayuran yang ditanam di pinggir
jalan raya. Data terakhir pada
sayuran caisim, kandungan logam berat Pb-nya
bisa mencapai 28,78 ppm. Jumlah ini jauh lebih
tinggi dibanding kandungan logam berat pada sayuran
yang ditanam jauh dari jalan raya (±0-2 ppm), padahal batas aman yang diperbolehkan oleh Ditjen POM hanya 2 ppm. Bahkan dalam Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI-2, 2004)
dalam Anonymous (2004) menyatakan
bahwa residu logam berat yang masih
memenuhi standar BMR (Batas Maksimum
Residu) adalah 1,0 ppm.Dengan dikonsumsinya sayuran sebagai salah satu sumber pangan pada manusia dan hewan menyebabkan berpindahnya logam berat yang dikandung oleh sayur-sayuran tersebut
seperti timbale (Pb) dan kadmium (Cd)
ke dalam tubuh makhluk hidup lainnya.
Logam berat yang masuk ke dalam tubuh manusia
akan melakukan interaksi antara lain dengan enzim,
protein, DNA, serta metabolit lainnya. Adanya logam berat pada jumlah yang berlebihan dalam tubuhakan berpengaruh
buruk terhadap tubuh .
2. Mekanisme
pada Tubuh Manusia
Sejumlah sumber makanan, baik yang berasal dari laut seperti ikan, kerang, dan rumput laut
serta dari tanaman dan produk
turunannya dapat terkontaminasi logam
berat. Logam berat dapat memasuki tubuh dan
mengakibatkan kerusakan pada berbagai jaringan tubuh melalui beberapa cara. Mekanisme pertama adalah berikatan dengan gugus sulfhidril,
sehingga fungsi enzim pada jaringan
tubuh akan terganggu kerjanya.
Mekanisme yang kedua adalah berikatan
dengan enzim pada siklus Krebs, sehingga proses oksidasi fosforilasi tidak terjadi.
Mekanisme yangketiga adalah dengan efek langsung pada jaringan yang terkena yang menyebabkan kematian
(nekrosis) pada lambung dan saluran
pencernaan, kerusakan pembuluh darah,
perubahan degenerasi pada hati dan ginjal.
Tubuh dapat menyerap logam berat melalui permukaan
kulit dan mukosa, saluran pencernaan dan saluran
nafas. Akumulasi pada jaringan tubuh dapat menimbulkan
keracunan bagi manusia, hewan, dan tumbuhan
apabila melebihi batas toleransi .
D.
GEJALA
KERACUNAN LOGAM BERAT
Beberapa gejala keracunan logam berat berdasarkan jenis logam beratnya adalah sebagai
berikut:
1. Arsen (As)
Keracunan arsen berdasar waktu dan dosisnya dapat dibedakan menjadi dua yaitu keracunan akut
dan keracunan kronis. Keracunan arsen
secara akut biasanya terjadi apabila
dosis arsen yang memasuki tubuh dalam
jumlah besar (dosis sekitar 130-300 mg), sehingga
gejala keracunannya akan muncul segera setelah
terpapar arsen. Keracunan kronis terjadi apabila
seseorang terpapar arsen dalam dosis yang kecil,
namun terjadi dalam jangka waktu yang lama (minimal
sekitar 2-8 minggu). Gejala keracunan
arsen secara akut pada saluran
pencernaan berupa adanya rasa terbakar di tenggorokan,
sukar menelan, mual, muntah, diare serta
rasa nyeri yang sangat pada perut. Pada system kardiorespirasi akan muncul gejala nafas berbau bawang putih, kulit kebiruan (sianosis),
rasa sukar bernafas, serta turunnya
tekanan darah (hipotensi) akibat dari
peningkatan kebocoran pembuluh darah. Gejala
keracunan arsen pada sistem saraf yaitu mulai dari penurunan kesadaran, koma, dan sampai kejang. Adanya kerusakan ginjal secara akut,
dehidrasi akibat muntah dan diare,
serta hemolisis darah akan dapat menimbulkan
shock yang fatal. Jika tidak mendapat pertolongan
yang sesuai maka kondisi ini dapatmengakibatkan kematian mendadak .
2. Kadmium
(Cd)
Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen ini beresiko
tinggi terhadap pembuluh darah. Waktu
paruh cadmium 10-30 tahun. Akumulasi
pada ginjal dan hati 10-100 kali
konsentrasi pada jaringan yang lain. Menurut
Sudarmadji (2006), dalam tubuh manusia
kadmium terutama dieliminasi melalui urin. Hanya
sedikit yang diabsorbsi, yaitu sekitar 5-10%. Absorbsi dipengaruhi faktor diet seperti intake protein, kalsium, vitmin D dan trace logam seperti
seng (Zn). Proporsi yang besar adalah
absorbsi melalui pernafasan yaitu
antara 10-40% tergantung keadaan fisik.
Uap kadmium sangat toksis dengan lethal dose melalui pernafasan diperkirakan 10 menit terpapar sampai dengan 190 mg/m3 atau sekitar 8
mg/m3 selama 240 menit akan dapat
menimbulkan kematian. Gejala umum
keracunan Cd adalah sakit di dada, nafas
sesak (pendek), batuk-batuk dan lemah. Terpapar
akut oleh kadmium (Cd) menyebabkan gejala
nausea (mual), muntah, diare, kram otot, anemia, dermatitis, pertumbuhan lambat,
kerusakan ginjal dan hati, dan
gangguan kardiovaskuler, emphysema
dan degenerasi testicular. Perkiraan dosis
mematikan akut adalah sekitar 500 mg/kg untuk dewasa dan efek dosis akan nampak jika terabsorbsi 0,043 mg/kg per hari. Gejala akut keracunan Cdadalah sesak dada,
kerongkongan kering dan dada terasa
sesak, nafas pendek, nafas terengah-engah, distress
dan bisa berkembang ke arah penyakit radang
paru-paru, sakit kepala dan menggigil, bahkan dapat diikuti dengan kematian. Gejala kronis keracunan Cd yaitu nafas pendek, kemampuan mencium bau menurun, berat badan menurun, gigi terasa ngilu dan berwarna kuning keemasan.
3. Tembaga
(Cu)
Toksisitas logam tembaga pada manusia, khususnya anak-anak biasanya terjadi karena tembaga
sulfat. Beberapa gejala keracunan
tembaga adalah sakit perut, mual,
muntah, diare dan beberapa kasus yang parah
dapat menyebabkan gagal ginjal dan kematian. Penyakit wilson merupakan
penyakit keturunan dimana sejumlah
tembaga terkumpul dalam jaringan dan
menyebabkan kerusakan jaringan yang luas. Penyakit
ini terjadi pada satu diantara 30.000 orang. Hati tidak dapat mengeluarkan tembaga ke dalam darah atau ke dalam empedu. Sebagai
akibatnya, kadar tembaga dalam darah
rendah, tetapi tembaga terkumpul
dalam otak, mata dan hati, dan menyebabkan
sirosis. Pengumpulan tembaga dalam kornea
mata menyebabkan terjadinya cincin emas atau
emas-kehijauan. Gejala awal biasanya merupakan
akibat dari kerusakan otak yang berupa tremor (gemetaran), sakit kepala, sulit berbicara, hilangnya koordinasi dan psikosa .
4. Timbal (Pb)
Menurut Charlene (2004), di dalam tubuh manusia timbal masuk melalui saluran pernafasan atau
saluran pencernaan menuju sistem
peredaran darah kemudian menyebar ke
berbagai jaringan lain seperti ginjal, hati, otak, saraf dan tulang. Keracunan timbal pada orang dewasa ditandai dengan gejala 3 P yaitu
pallor (pucat), pain (sakit), dan
paralysis (kelumpuhan). Keracunan yang
terjadi bisa bersifat kronik dan akut. Pada keracunan
kronik, mula-mula logam berat tidak menyebabkan
gangguan kesehatan yang tampak, tetapi
makin lama efek toksik makin menumpuk hingga
akhirnya terjadi gejala keracunan. Keracunan timbal kronik ditandai dengan depresi, sakit kepala, sulit berkonsentrasi, daya ingat
terganggu, dan sulit tidur. Sedangkan
keracunan akut terjadi jika timbale masuk
ke dalam tubuh seseorang lewat makanan atau menghirup
uap timbal dalam waktu yang relatif pendek dengan
dosis atau kadar yang relatif tinggi. Gejala yang timbul berupa mual, muntah, sakit perut hebat, kelainan fungsi otak, anemia berat,
kerusakan ginjal, bahkan kematian
dapat terjadi dalam waktu 1-2 hari. Kasus
kematian dini, menurut Resosudarmo (1996) dalam
Anonymous (2000), terjadi di beberapa kota. Di
Jakarta misalnya, pada tahun 1996 terdapat 223 kasus, Bandung 228 kasus, dan Surabaya 216 kasus. Semuanya disebabkan oleh timbal dari asap kendaraan bermotor yang ada di udara. Keracunan
timbal pada anak-anak dapat mengurangi
kecerdasan. Bila kadar timbal dalam darah
mencapai tiga kali batas normal (asupan normal sekitar 0,3 mg perhari) maka akan menyebabkan penurunan kecerdasan intelektual (IQ) di
bawah 80. Kelainan fungsi otak
terjadi karena timbal secara kompetitif
menggantikan peranan mineral-mineral utama
seperti seng, tembaga, dan besi dalam mengatur
fungsi sistem saraf pusat. Kedaan ini akan mengurangi
peluang bagi anak untuk berhasil dalam sekolahnya.
Dampak lebih jauh apabila tidak ada pengendalian
polusi udara di perkotaan, suatu saat nanti
anak-anak di desa akan lebih pintar daripada anak-anak yang dibesarkan di kota-kota besar. Suatu studi lain melaporkan, kadar timbal
dalam ASI (Air Susu Ibu) dari ibu-ibu
yang bertempat tinggal di kota besar
jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang
tinggal di pedesaan yaitu masing-masing 1-30 mg per kg berat badan dan 1-2 mg per kg. Fenomena ini menjadi ancaman buruk bagi kecerdasan
anakanak, yang seharusnya dibangun
sejak anak masih di dalam rahim
ibunya hingga usia lima tahun (Astawan,
2005). Qomaruddin dan Rahmah (2003) dalam
laporannya menyatakan bahwa logam berat merkuri
(Hg) dan timbal (Pb) ditemukan pada anakanak yang mengalami gangguan khususnya autism dan hiperaktifitas. Bahkan Indonesia merupakan salah satu dari lima negara di dunia yang
paling tinggi tingkat polusinya.
5. Merkuri
(Hg)
Mekanisme keracunan merkuri di dalam tubuh belum diketahui dengan jelas. Namun, untuk daya
racun merkuri dapat diinformasikan
sebagai berikut; Kerusakan tubuh yang
disebabkan oleh merkuri pada umumnya
bersifat permanen, masing-masing komponen
merkuri mempunyai perbedaan karakteristik
yang berbeda seperti daya racunnya, distribusi,
akumulasi atau pengumpulan, dan waktu retensinya
(penyimpanan) di dalam tubuh. Apabila semua
komponen merkuri berada dalam jumlah yang cukup,
maka akan beracun terhadap tubuh. Merkuri dapat
berpengaruh terhadap tubuh karena dapat menghambat
kerja enzim dan menyebabkan kerusakan
sel. Sifat-sifat membran dari dinding sel akan
rusak karena pengikatan dengan merkuri, sehingga
aktivitas sel dapat terganggu. Kondisi yang akut
dapat dan gagal ginjal akut yang dapat menyebabkan kematian.
E. STRATEGI PENANGANAN LIMBAH LOGAM BERAT
1. Penanganan
Limbah Logam Berat pada
Lingkungan Khususnya Tanaman Sayuran Sampai saat ini belum ada sistem yang
secara utuh
di negara kita yang berperan dalam penanganan sayuran segar setelah pemanenan dalam
upaya menurunkan residu logam berat,
apalagi upaya rutin yang dilakukan
pada masa pra tanam dan saat budi daya
sayuran. Penanganan yang ada masih bersifat parsial
dan insidentil (bila ada kasus). Selama ini penanganan
bahan kimia beracun dalam tanah masih memanfaakan
proses berteknologi rendah. Kebanyakan
orang hanya menggali lapisan beracun dan
menimbunnya di tempat lain atau dengan cara mencuci
tanah. Cara ini cenderung mahal dan kurang efektif.
Selain merusak lingkungan, tanah yang tertinggal
juga berkualitas rendah. Penggunaan tanaman
untuk membersihkan bahan kimia yang tidak diinginkan
dari tanah yang dikenal dengan nama phytoremediation
berpotensi jauh lebih murah, namun butuh
waktu lama. Di India, tanaman yang telah dimodifikasi
secara genetis terbuki mampu menyerap kelebihan
unsur logam berat Selenium (Se) dari tanah.
Tanaman yang dimaksud yaitu sawi.Diharapkan teknologi modifikasi genetis pada tanaman ini bisa membersihkan lahan yang telah tercemar logam berat di masa mendatang,
namun tentunya masih diperlukan
studi-studi yang mendalam. Upaya untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dilakukan dengan cara
promotif, preventif, pengobatan dan
pemulihan. Namun dirasa perlu
dititikberatkan pada upaya promotif dan preventif. Filosofi kesehatan yang menyatakan bahwa mencegah lebih mudah dan murah dari pengobatan,
sebaiknya dapat menjadi rujukan.
Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan
Beracun) sebelum dibuang ke media lingkungan seharusnya diolah lebih dulu. Pemerintah
telah mengeluarkan berbagai peraturan
yang berhubungan dengan masalah lingkungan
hidup, antara lain yang mengatur bahwa limbah
yang dihasilkan oleh suatu kegiatan (misal: industri)
yang dibuang ke lingkungan (udara dan perairan)
harus sesuai dengan baku mutu lingkungan, baik
itu baku mutu untuk udara maupun baku mutu untuk
air. Hal ini merupakan bagian dari Analisa Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) yang menjadi
program pemerintah melalui instansi yang terkait. Namun, kenyataan yang ada di lapangan seringkali tidak sesuai dengan yang
tertulis di atas kertas. Pengusaha
seringkali melanggar ketentuan pemerintah
dengan alasan menghemat pengeluaran atau
biaya yang dikeluarkan untuk mengolah limbah agar sesuai dengan baku mutu lingkungan. Alasan lain ialah bahwa limbah industri
seringkali sulit dalam
pengelolaannya karena polutan yang terkandung di dalamnya terdiri dari berbagai unsur, termasuk
logam berat dan sebagian besar
bersifat toksik. Hal ini merupakan
tindakan membahayakan lingkungan hidup
dan pada akhirnya berdampak pada kesehatan manusia. Selain itu, sebagai contoh, di kota-kota
besar seperti Jakarta, dengan semakin
banyaknya industry maka membuka
peluang tercemarnya tanah dan sungai,
sehingga air sungai tidak dapat dimanfaatkan lagi untuk keperluan hidup sehari-hari. Petani sayuran di Jakarta, dengan keterbatasan sumberdaya
lahan dan air terpaksa memanfaatkan
lokasi yang sudah tercemar untuk
menanam sayuran komersial. Logam berat
dari lahan dan air tercemar akhirnya menempel pada sayuran dan selanjutnya kita konsumsi. Penanganan kontaminasi logam berat pada sayuran yang telah dipanen praktis tidak secara
signifikan dapat mengurangi residu
logam berat dalam sayuran tersebut.
Penanganan segar sayuran yang hanya mencuci
sayuran (bahkan seringkali hal ini tidak pernah
dilakukan oleh petani, baik petani produsen maupun
petani pengumpul) kemudian mengikat, mengemas
dan menaikkannya ke dalam truk pengangkut
yang hanya dilapisi plasik terpal dan ditutup
dengan bahan yang sama, sebenarnya secara logis
hanya sedikit saja mengurangi residu logam berat
yang terdapat pada permukaan sayuran. Residu logam berat yang terdapat di dalam jaringan tanaman sayuran sendiri tidaklah hilang atau
berkurang. Padahal menurut Singh
(2004), logam berat yang terakumulasi
dalam jaringan tanaman lebih berbahaya karena
residunya tidak terlihat sebagaimana kotoran yang tampak pada permukaan sayuran. Residu logam berat tersebut merupakan hasil perlakuan
pada saat penanaman, yaitu dengan
pemberian pupuk atau pestisida yang
berlebihan dan melebihi dosis aman yang
telah diteapkan. Oleh karena itu, secara jangka panjang, petani penanam sayuran memiliki peran yang sangat dominan dalam mengurangi
cemaran logam berat pada
sayur-sayuran yang ditanamnya. Oleh
karena itu upaya penyuluhan yang simultan dan berkesinambungan yang diberikan oleh para penyuluh pertanian kepada para petani untuk
melakukan caracarapenanaman yang baik merupakan aspek yang paling penting yang harus dilakukan pada
saat ini, selain upaya pemerintah
‘memaksa’ bahkan member ‘sanksi’ bagi
pelaku industri besar yang membuang limbah
secara sembarangan dan tidak sesuai baku mutu
yang dipersyaratkan ke lingkungan, baik lingkungan
udara maupun perairan.
2. Pencegahan
Akumulasi Logam Berat Pada Tubuh Manusia
Kesadaran gizi pada tingkat keluarga perlu ditunjang dengan pemahaman tentang masalah sanitasi sehingga cara pengolahan sayuran di
tingkat rumah tangga bisa lebih aman
dan memenuhi syarat kesehatan. Pada
tingkat keluarga, usaha yang dapat dilakukan
untuk menghindari bahaya logam berat dapat
dilakukan antara lain dengan menghindari sumber
bahan pangan (terutama sayuran) yang memiliki
resiko mengandung logam berat, mencuci sayuran
dengan baik dan seksama, misalnya dengan menggunakan
air yang mengalir atau menggunakan sanitizer.
Contoh sanitizer yang dapat digunakan adalah
Natrium Hipoklorit (NaOCl), sejenis senyawa klorin
yang dapat dibeli secara komersial di pasaran dengan berbagai merek. Sayuran juga sebaiknya diblansir, yaitu sayuran diberi pemanasan pendahuluan dalam suhu mendidih pada waktu
yang singkat (3-5 menit) yang
bertujuan untuk mereduksi cemaran
logam berat yang menempel pada permukaan
sayur. Hal ini dilakukan sebelum sayuran dikonsumsi
atau diolah lebih lanjut. Kebiasaan mengkonsumsi
sayuran mentah sebagai lalap sebenarnya
masih beresiko untuk mengalami gangguan
kesehatan. Selain memblansir, mencuci pada
air yang mengalir kemudian mengukus atau merebus
sayuran adalah cara aman lain untukmengkonsumsi sayuran secara sehat . Pencegahan akumulasi logam berat
dapat juga dilakukan dengan banyak
mengkonsumsi serat. Dengan
mengkonsumsi sayuran yang memiliki kandungan
serat yang tinggi dapat memperlancar metabolisme
pencernaan dan dapat mencegah terjadinya
kanker kolon, karena serat sayuran dapat menyerap
kolesterol dalam asam empedu. Hal ini dapat
diupayakan dengan membiasakan keluarga mengkonsumsi
makanan yang mengandung serat tinggi.
Buah-buahan, sayuran, bawang, dan kacangkacangan, adalah beberapa diantaranya. Serat makanan bahan tadi, seperti pektin, lignin, dan beberapa
hemiselulosa dari polisakarida lain yang larut dalam air, vitamin C, serta bioflavonid dapat menetralkan timbal dan mengurangi
penyerapan logam berat melalui sistem
pencernaan kita. Di tingkat petani,
upaya untuk mencegah terjadinya
pencemaran pada komoditi sayur-sayuran segar
harus dilakukan dengan memberikan penyuluhan
kepada petani tentang cara pemakaian pupuk
dan insektisida yang benar, juga cara pengangkutan
yang baik. Pengangkutan harus dilakukan
dalam kemasan tertutup selama dalam pengangkutan
dan pendistribusian dari kebun sampai ke
pasar atau konsumen. Bentuk
pencegahan lain, yang lebih besar adalah seharusnya
pemerintah melakukan upaya penggantian
bahan bakar bensin bertimbal dengan bensin
tanpa timbal. Bensin ini termasuk ke dalam golongan
bahan bakar khusus (BBK) yang mencakup bensin
super tanpa timbal (super-TT), premix 94, dan bensin biru 2 langkah (BB2L). Meski biaya untuk keperluan modifikasi ini sangat mahal,
namun keuntungan yang diperoleh akan
jauh lebih besar. Alangkah nyaman dan
indahnya masa depan kita (terutama
anak-anak kita) kalau kualitas udara di kotakota besar steril dari cemaran timbal yang pada gilirannya mendukung terbentuknya kecerdasan intelektual anak sejak dini. Jika negara-negara lain sudah menggunakan bensin tanpa timbal,
semestinya Indonesia pun bisa.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
1.
Masalah logam berat pada tanah pertanian dan pada tanaman yang tumbuh di atasnya
(khususnya sayuran) disebabkan adanya
akumulasi logam berat seperti Pb, Cd,
dan Hg yang dapat berasal dari limbah
industri pada perairan atau kontaminasi dari
asap pabrik dan asap kendaraan bermotor yang selanjutnya akan masuk ke dalam siklus rantai makanan dan akan terakumulasi pada tingkat
yang lebih tinggi, yaitu manusia dan
hewan.
2.
Kajian mengenai kandungan logam berat berbahaya yang dapat terserap oleh tanaman sayuran
yang biasa dikonsumsi oleh manusia
seperti halnya caisim, bawang merah,
kubis, tomat, wortel, selada bokor
dan lain-lain sebagai akibat dari penggunaan pupuk yang berlebihan dan polusi udara di lahan dekat jalan raya masih perlu banyak
dilakukan. Dengan adanya informasi
mengenai kandungan Pb, Cd, Hg, As, Cu
dan bahkan logam-logam berat lain dalam
tanaman, diharapkan petani dapat mengurangi
penggunaan pupuk yang berdampak negatif
pada tanaman. Dengan demikian produksi tanaman
yang maksimal akan didukung oleh kualitas
yang baik serta aman untuk dikonsumsi. Masyarakat
pun perlu disadarkan akan bahaya logam
berat pada sayuran dan buah-buahan yang setiap
hari dikonsumsi. Karena secanggih apapun teknologi
(yang berpotensi menimbulkan bahaya logam
berat), apabila tidak disertai dengan system daur ulang limbah yang benar, pada akhirnya akan berpotensi membahayakan kesehatan manusia secara universal sehingga kecanggihan
teknologi tersebut tidak ada artinya,
bahkan harus dibayar dengan harga
kesehatan yang mahal oleh umat manusia.
B.SARAN
Diharapkan bagi setiap manuasia
mengendalikan aktifitasnya yang dapat memberSikan dampak buruk terhadap Bahaya
Kontaminasi Logam Berat Dalam Sayuran dan Alternatif Pencegahan Pencemarannya
yang dapat mengakibatkan pengaruh buruk terhadap kesehatan.S
DAFTAR PUSTAKA
1.
Anonymous. 2000. Bahaya Kontaminasi Logam Berat Timbal pada Makanan. Sedap Sekejap Edisi 10/I, September 2000.
2.
Anonymous. 2004. Cara Alternatif untuk Mengolah Limbah Padat yang Mengandung Merkuri dan Arsen. –Merujuk Kasus Buyat-. Kompas cyber media edisi Selasa, 31 Agustus 2004.
http:// www.kompas.com. Diakses
tanggal 17 Juli 2007.
3.
Anonymous, 2005. Awas, Bahaya Logam Berat! Kompas cyber media edisi Rabu, 09 Februari
2005. http://www.kompas.com. Diakses
tanggal 12 Juni 2006.
4.
Astawan, Made. 2005. Awas Koran Bekas! Kompas cyber media. http://www.kompas.com.
Diakses tanggal 12 Juni 2006.
5.
Anonymous, 2006. Lumpur Lapindo Mengandung Logam Berat Berlebihan. Kompas cyber
media. http://www.kompas.com. Diakses
tanggal 27 September 2006.
6.
Ayu, C.C. 2002. Mempelajari Kadar Mineral dan Logam Berat pada Komoditi Sayuran Segar di Beberapa
Pasar di Bogor. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian. IPB. Bogor. Bahemuka, T.E.
and E.B. Mubofu. 1999.
7.
Heavy metals
in edible green vegetables grown along the sites
of the Sinza and Msimbazi rivers in Dar es Salaam,
Tanzania. J. of food Chemistry. Vol 66(1):63-66.
July 1999.
8.
Charlena, 2004. Pencemaran Logam Berat Timbal (Pb) dan Cadmium (Cd) pada Sayur-sayuran. Falsafah Sains. Program Pascasarjana S3
IPB. Posted tgl 30 Desember 2004.
http:// www.google.co.id. Diakses
tanggal 13 Juni 2006.
9.
Chiroma, T.M., B.I. Abdulkarim, and H.M. Kefas. 1997. The impact of pesticide application
on heavy metal (Cd, Pb and Cu) levels
in Spinach. Leonardo Electronic
Journal of Practices and Technologies. ISSN
1583-1078. Vol 11: 117-122. July-December 2007.
Pemabahsan yang bagus, terlebih jika dilengkapi dengan daftar ini, dll sesuai sistematikanya...
BalasHapuscara mengatasi Kurang darah
Penyebab kurang darah
gejala kurang darah
Terima Kasih atas pembahasannya...